Sunday, September 25, 2016

Pesan Singkat untuk Lelaki Pecemburu



Sabtu untuk ditanggal yang sama dalam  beberapa bulan yang berbeda. Sudah 97 jam aku menunggumu untuk membalas kesekian kalinya pesan-pesan singkat yang kukirim melalui chat Whatsapp, SMS, dan beberapa telepon. Tak ada balasan apapun darimu selain tanda checklist biru disetiap semua pesan-pesan singkatku. Tak jarang juga muncul tanda peringatan di SMS yang kukirim sebagai pengingat bahwa semua pesan-pesanku tidak terkirim karena pulsa yang tidak cukup. Tidak ada jawaban selain suara “telepon yang ada tuju tidak menjawab, silahkan coba lagi nanti” bahkan “pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan, silahkan isi ulang pulsa anda dan coba lagi” atau hanya nada “tutt…tutt..tutt”.

Ada rasa yang begitu perihnya ketika tak pedulimu itu singgah dan meracuni kehidupanku. Dua ratus enam hari sudah kamu begitu ada dalam hari-hariku, menggangguku dengan chatmu, missed callmu,  lalu bagaimana aku tidak gila dengan kehilangan kamu yang secara tiba-tiba.

Dan sudah pada Jum’at aku masih memikirkanmu setelah pertengkaran kemarin. Dihari Sabtu ini, ketika tanggal ini kembali terulang, aku ingin tahu apakah aku ini akan benar-benar ditinggalkan atau kamu akan datang lagi.

“Mas, aku tunggu kamu di tempatku pukul 17.15.
Aku mau ajak kamu ke ulang tahun temanku
Juga untuk memperbaiki apa yang sudah kurusak.
Izinkan aku memperbaiki semuanya, ya.

Kalau sampai nanti aku keluar dan 
tidak kutemui kamu ditempat biasanya,
aku bersedia untuk tidak menghubungimu lagi
dan tak lagi mengganggumu, 
aku pergi sesuai dengan permintaanku yang tak pernah kuiingin."

Ada harapan yang besar ketika pesan singkat itu sampai di telepon genggammu, meski harapan itu hanya sekedar checklist biru, setidaknya pesan itu terbaca olehmu dan semoga bisa mengubah pikiranmu untuk menggangguku lagi.



23 September 2016

Sunday, September 11, 2016

Menjadi Sia


Menjadi sia
Rinduku hanya menggema di udara

11 September 2016

Tulisan ini dibuat gegara liat timelinenya @Fiksimini di twitter, karena sedang merayakan Hari Radio Nasional, jadi ya beginilah temanya : #KarenaRadio

Tanpa Judul - 3

Dengar,
Saya punya beberapa potong senja
Pilihlah dan ambillah
Gunakanlah potongannya ketika kamu ingin melihatku
Bukan karena saya terlalu percaya diri untuk dilihatmu
Saya hanya ingin dikenang dengan cara yang baik

1 Agustus 2016

Tanpa Judul - 2

Dalam segelas kopi hitam
Aku temukan kamu diantara ampas-ampasnya

Kedai indomie Situ Gintung, 2 Juni 2016

Tentang Patah Hati yang Tak Kunjung Usai

Kemudian hujan turun bersama angin yang sebegitu kencangnya.
Aku kembali lagi dalam permainanku tentang masa lalu: sebuah patah hati yang tak kunjung usai. Aku melegangkan kedua tanganku, kenapa harus dengan dia lagi aku patah hati.


Serpong, 11 September 2016

Saturday, September 3, 2016

Senja dan Es Terakhir


Kemudian lelaki itu datang sembari membawa dua buah es potong, rasa strawberry dan kacang hijau. Dari kejauhan raut muka si perempuan menjadi tidak enak, ia memajukan bibirnya, ia sedang ingin es krim paddle pop choco magma bukan es potong.

Kok cemberut. Kata si lelaki sambil mengangkat kedua alisnya. Aku tau kamu mau es krim, tapi gak ada salahnya makan ini dulu kan, pintanya. 

Perempuan itu mengambil es potong kacang hijau. Kenapa es potong sih? Es potongnya juga gak ada yang cokelat? 

Jajanan ini langka, jarang aku temui di jalanan, jadi aku harus pandai-pandai manfaatin kesempatan selagi ketemu, sebelum es ini bener-bener hilang dari peradaban. Aku gak tau nasib es ini bagaimana nanti, biarpun nanti banyak kutemui dengan kemasan yang lebih modern, aku lebih suka es ini. Dan itu kayak kamu, aku juga harus pandai-pandai menjaga kamu, sebelum akhirnya kamu benar-benar pergi dari kehidupan aku. 

Si kakek dan si nenek asik menikmati es potong sembari mendikte senja untuk turun pelan-pelan. Si kakek duduk di samping kursi roda si nenek. Keduanya saling melemparkan pandangan dan memberi senyum pada senja.

Aku ingin hidup denganmu lebih lama lagi. Aku tak ingin pergi walau aku tau aku harus benar-benar pergi. 

Senja sudah berganti. Si kakek memegang tangan kanan si nenek hendak mengajaknya ke dalam rumah. Tangan si nenek dingin, kakek berdiri lalu mendorong kursi nenek dengan perasaan yang enggan. Ia menyalakan telepon hendak menelepon anak pertamanya.

'Nak, kekasihku pergi, kemarilah dan panggilan saudara-saudaramu dan segeralah kemari, aku tak ingin sendiri menikmati kesedihan sendiri ini lama-lama".